SMS : ( +62 ) 852 905 901 76
Senin - Sabtu : 10.00 - 22.00 a.n. Imam Syafii

BEST SELLER

Konten Atas

Jumat, 27 Juni 2014

Buya Risman: "Syiah Lebih Sesat Dan Jahat Dari Ahmadiyah"

Pada acara seminar Koepas “Syiah, Antara Gerakan Politik dan Agama” selain Ustadz Abu Qotadah, hadir pula Buya Risman Muchtar, Ketua Harian PW Muhammadiyah DKI Jakarta. Buya Risman yang bertindak sebagai narasumber menyatakan bahwa Syiah muncul pertama kali dalam bentuk gerakan politik (dendam politik), yang kemudian akidah dan doktrinnya disesuaikan dengan tujuan politik Syiah. Beliau mengatakan: “Akidah Syiah disesuaikan dengan kepentingan politik, seperti mengkafirkan para sahabat dan istri-istri Nabi. Ini adalah dendam politik yang kemudian menjadi akidah dan doktrin pokok Syiah.” 

Menurut Buya Risman, Syiah telah menyimpang dan menistakan agama Islam dan sepanjang sejarah, Syiah selalu memusuhi Ahlus Sunnah. “Saya tidak setuju polarisasi Syiah-Sunni, karena Syiah bukan bagian dari Islam dan selalu memusuhi Ahlus Sunnah, mereka selalu menistakan dan berusaha merusak tatanan ajaran Islam,” ujarnya.

Meski Syiah telah nyata kesesatannya, tokoh Muhammadiyah kelahiran Padang ini sangat menyayangkan banyak para tokoh Islam yang tidak tegas. “Masih banyak tokoh Islam yang belum berani dengan tegas menyatakan Syiah sesat, termasuk sebagian anggota MUI,” terangnya.

 Adanya beberapa Ulama yang menilai perbedaan Sunni-Syiah hanya masalah furu’iyah, tokoh Muhammadiyah Jakarta ini memberikan catatan khusus padanya. “Ada ulama yang memandang perbedaan Sunni-Syiah adalah dalam masalah ijtihadiyah, ini adalah keliru, perbedaan Sunni-Syi’ah adalah dalam perkara ushul (pokok agama),” tegasnya.

Buya Risman menilai Syiah jauh lebih sesat dari Ahmadiyah. “Ahmadiyah itu meyakini dan memiliki 1 nabi (palsu) , maka Syiah meyakini adanya 12 nabi setelah nabi Muhammad (yaitu imam-imam mereka yang berjumlah 12 dan dianggap makshum karena memiliki otoritas untuk menentukan syariat-syariat ajaran mereka). Oleh karena itu,Syiah jauh lebih sesat dan jahat dari Ahmadiyah,” tandasnya.

Beliau mengakhiri penyampaiannya dalam seminar kali ini dengan kembali menegaskan bahwa Syiah adalah sebuah gerakan politik yang akidahnya disesuaikan dengan kepentingan politik mereka. (Nisyi/syiahindonesia.com/lppimakassar.com)
Rabu, 25 Juni 2014

Keberadaan Syiah Di Indonesia Bak Bara Yang menyala Di Rumah Kita

 
Sekitar 12.000 Mahasiswa Syiah Indonesia dikader di Iran Dalam catatan Ustadz Ilham Kadir, MA, tentang Muktamar MIUIMI I yang digelar di Markas AQL Center Tebet Jakarta (12/6/14), beliau menulis kembali pernyataan Ust Farid Ahmad Okbah di arena Muktamar, “Farid Ahmad Okbah, tampil berbicara tentang bahaya Syiah sebagai spesifikasi kajiannya. Memulai pembicaraan dengan menuturkan beberapa tipologi ulama dan intelektual. Ulama yang penguasa, mereka para khulafa rasyidin yang penguasa sekaligus ulama; setelah itu penguasa yang mengikuti ulama; periode selanjutnya ulama berseberangan dengan umara, namun ulama tetap menjadi pencerah umat; dan paling rusak adalah ketika ulama menghinakan diri pada penguasa

Syiah memiliki lima kekuatan yang mengalahkan kekuatan apa pun. 
  • Pertama, Syiah memiliki negara; 
  • Kedua, mereka memiliki marja’, ABI ke Iran, IJABI ke Libanon, mereka tunduk patuh pada marja’, saat ini sudah banyak anak Indonesia yang berlatih perang dengan Hizbullah di Libanon.
  • Ketiga, Mereka punya khumus, atau dana untuk memperkuat gerakan mereka.
  • Keempat, kaderisasi yang terus terpelihara, saat ini saja, kurang lebih sekitar 12.000 pelajar Indonesia di Iran, sementara di Mesir hanya 5000.
  • Kelima, Syiah memiliki kader ilmiah militan lulusan khauzah ilmiah di Iran seperti Qum.

Semua ini, bukan saja sekadar tantangan, tapi sudah menjadi bara yang menyala dalam rumah kita. Kata penulis buku, Ahlussunah wal Jamaah dan Dilema Syiah di Indonesia. Menurutnya, Ajaran Syiah tidak usah ditakuti karena sangat rapuh, dia hanya ibarat balon, begitu kena jarum akan langsung meletup. Maka kita, MIUMI harus menjadi jarum bagi Syiah.” (Nisyi/syiahindonesia.com/lppimakassar.com)
Selasa, 17 Juni 2014

Ulama Syiah: "Ibnu Katsir, Imam Adz-Dzahabi dan Shalahuddin al-Ayyubi adalah Musuh Kami"


 
Ulama Syiah, Dr. Najah Ath-Tha'i berkata,

".. Bahwasanya kebanyakan manusia menampakkan sikap an-nashb dan berlepas diri dari para Imam Syiah alaihis salam karena takut dari pemerintah zalim. Jika bukan karena itu maka sebenarnya mereka bukan nawashib"

"Di antara Nawashib; Muhammad bin Abdul Wahhab, Ibnu Taimiyah al-Harrani, Ibnul Jauzi, Ibnu Katsir, Adz-Dzahabi, Mu'awiyah, Ibnul 'Aash, al-Mughirah, Marwan, Ziyad, Hajja, al-Mutawakkil, Shalahuddin al-Ayyubi dan Saddam..."

Berikut ini scan kitabnya:

(Nisyi/syiahindonesia.com/lppimakassar.com)
 

Ustadz Farid Okbah : Syiah Itu Tidak Ubahnya Kelelawar!

 
Agama takfiri Syiah itu seperti kelelawar yang keluar hanya saat gelap. Pernyataan itu disampaikan Ustadz Farid Achmad Okbah dalam kajian “Data dan Fakta Syiah di Indonesia” pada Ahad (15/6) di Masjid Mujahidin Surabaya.
“Syiah itu tidak ubahnya kelelawar. Dia keluar saat gelap, yaitu saat umat Islam lalai,” jelasnya.
Aktivis MIUMI Pusat tersebut juga menekankan bahwa ajaran Syiah itu sangat lemah dan mudah untuk dibantah kebenarannya.
“Mereka (Syiah) itu lemah. Makanya kalau kelelawar itu dibawakan lampu senter, lalu kita arah ke wajahnya, takut dia,” tambahnya.
Rapuhnya ajaran takfiri Syiah, menurut beliau juga dibuktikan saat ini sudah banyak ulama-ulama besar Syiah yang bertaubat dan masuk Sunni. Sedangkan belum pernah sepanjang sejarah ada ulama besar Sunni yang murtad dan masuk Syiah.
“Ajaran Syiah itu rapuh! Buktinya sepanjang sejarah banyak ulama-ulama besar Syiah yang tobat dan masuk Sunni. Sedangkan tidak pernah ada ulama besar Sunni yang masuk Syiah!” jelasnya.
Menurut lulusan Master jurusan Politik Islam tersebut, berkembangnya Syiah di Indonesia ini bukan karena kehebatan ajarannya, bukan juga karena kehebatan dakwahnya, tapi karena diamnya umat Islam.
Sebelum menutup acara, beliau menyemangati para pemuda yang hadir di kajian tersebut, “Pemuda-pemuda harus berani tampil membela Islam!”
Kajian tersebut dihadiri lebih dari 300 jamaah. Panitia secara suka rela membagikan dua buku tentang kesesatan dan bahaya ajaran takfiri Syiah untuk seluruh peserta yang hadir. Pembicara lain yang ikut memberikan materi tentang Syiah adalah seorang mantan penganut Syiah yang kini sudah bertaubat, Ustadz Basuki Rahmat, dan satu orang lagi adalah mahasiswa Irak yang pernah melakukan studi di Suriah. Mereka menceritakan pengalaman-pengalaman mereka ketika berinteraksi dan menjadi saksi kesesatan Syiah yang pernah mereka temui. (Nisyi/syiahindonesia.com/lppimakassar.com)

Dialog Terbuka Sunni dan Syiah di Karimun


KARIMUN – Polres Karimun menyiagakan 260 personilnya untuk mengamankan acara yang digelar Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Karimun tentang dialog Sunni dan Syiah di Gedung Nasional, Minggu (25/5).
 Pengamanan pun dibantu oleh Kodim 0317 dengan menerjunkan satu pleton yang disiagakan bergabung bersama pihak kepoliosian.
Acara yang berlangsung sejak pukul 09.00 WIB itu menghadirkan empat orang narasumber, dua orang di antaranya adalah yakni KH Misbah Munir dan HM. Idrus Ramli yang merupakan pemuka Sunni (Ahlussunnah wal Jama’ah). Sedangkan dua orang lagi yakni Sayyid Agil Al-Attas dan Husein Shihab dari Yayasan Nainawa dan merupakan pemuka Syiah.
Antusias masyarakat sangat tinggi untuk menghadiri dialog tersebut sampai-sampai gedung yang menjadi tempat pelaksanaannya pun tidak muat, sehingga sebagain yang hadir terpaska duduk didepan gedung dengan disediakan bangku tambahan dan disiapkan pengerasu suara yang telah disambungkan dengan mic dari para pembicara.
Mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, Polers Karimun pun menyediakan alat metal detektor untuk mendeteksi ancaman bom. Sehingga acara yang digelar itu benar-benar steril dan aman dari tindakan teror.
Kapolres Karimun, AKBP Dwi Suryo Cahyono mengatakan, sebelum mengerahkan personilnya bersama tim keamanan dari Kodim 0317, terlebih dahulu digelar apel bersama di Polres Karimun. Kemudian sebagian tim bersiaga di Polsek Urban Tanjungbalai untuk berjaga-jaga jika dibutuhkan pengamanan tambahan, dan sebagian memang bertugas di lokasi acara tersebut digelar.
“Acara ini memang kita harapkan tanpa ada kekerasan, namanya juga dialog tapi kita khawatir terjadi gejolak maka perlu diamankan,” ucap Dwi Suryo Cahyono kepada wartawan di Gedung Nasional.
Dari pemaparan moderator, digelarnya dialog tersebut berawal dari diterbitkannya sebuah buku berjudul Mengawal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia, yang diterbitkan oleh MUI Pusat dengan tebal 152 halaman. Buku yang tak diperual belikan untuk umum itu pernah dibedah di Kota Batam beberapa waktu lalu dengan menghadirkan peserta dari berbagai daerah. Yang pada akhirnya mendapat reaksi dari Syiah dan digelarlah dialog di Kabupaten Karimun dengan mendatangkan empat narasumber dari Syiah dan Sunni.
Prosesi dialog tersebut tampak alot. Terlebih ketika dua belah pihak yang diundang sebagai narasumber itu berbeda pandangan dan mengulas tentang aqidah. Sehingga para penganut atau undangan dari kedua paham itu pun sempat terjadi bisik-bisik atas pernyataan saling mengklaim kepercayaan mereka lah yang benar-benar mengikuti ajaran Allah yang disampaikan Nabi Muhammad SAW.
Dialog itu pun berakhir tanpa hasil karena masing-masing pihak baik dari Sunni maupun dari Syiah tetap mempertahankan argumen mereka. Apalagi saat sesi tanya jawab banyak peserta yang hadir untuk menyampaikan pertanyaan tidak kebagian waktu dan sekitar pukul 12.00 WIB pun acara ditutup serta semuanya membubarkan diri. (Nisyi/syiahindonesia.com/gensyiah.com)

Kesalahan Jalaluddin Rakhmat Terbongkar dalam Dialog Syiah di Makassar

Ketua Dewan Syura Jamaah Ahli Bait (Ijabi) Indonesia Prof Dr KH Jalaluddin Rakhmat (JR) tampil Sebagai pemateri tunggal dalam Dialog Muballigh dengan tema : “Syiah dalam Timbangan Alquran dan Sunnah”. Kamis Malam, 1 Januari 2009 di hotel horison Makassar.
Dedengkot Syiah Indonesia, yang biasa disapa Kang Jalal ini, memaparkan makalahnya dengan judul “Mengapa Kami Memilih Mazhab Ahlulbait as.?”.
Acara yang dilaksanakan oleh Lembaga Studi dan Informasi Islam (LSII) Makassar , yang diketuai Syamsuddin Baharuddin dan didukung ICC dan Ijabi ini dihadiri tiga asatidzah dari Wahdah, yakni Ust. M. Said Abd.Shamad, Ust. M. Ikhwan AJ, Ust. Rahmat  AR dan beberapa ulama, cendekiawan dan muballigh Kota Makassar, di antaranya Prof. Dr. Rusydi Khalid, Prof.Dr. Ahmad Sewang, Prof.Dr. Qasim Mathar, Fuad Rumi, Das’ad Latif, DR.Mustamin Arsyad, MA .
Dalam sesi kedua, dialog yang dipandu oleh pengamat politik Islam UIN DR.Hamdan Juhannis ini, Ustadz Rahmat mendapat kesempatan pertama, mengutarakan argumen.
Ustadz yang merupakan Ketua Lembaga Kajian dan Konsultasi Syariah (LKKS) Wahdah Islamiyah ini, sebelum mengomentari makalah JR, mengatakan bahwa Ahlus Sunnah tidak pernah membenci Ahlul Bait, Ahlussunnah sangat paham terhadap Sunnah dan menjunjung tinggi wasiat Rasulullah untuk mencintai Ahlul Bait.
Dari makalah tersebut, Ustadz memberikan komentar tentang buku acuan yang dituliskan JR, “ini adalah suatu bentuk pengelabuan terhadap data, dalam pembicaraan tentang buku-buku yang diambil acuan ternyata tidak seperti apa yang dituliskan atau kurang menyimpulkan secara sempurna”.
Pembatasan Ahlul Bait hanya Ali, Fatimah, Hasan, Husain Radhiyallahu Ajmain
Misalnya, tentang pembatasan ahlul bait hanya Ali, Fatimah, Hasan, Husain Radhiyallahu Ajmain yang berkenaan dengan Surah Al Ahzab:33.
Disebutkan dalam makalah JR:
“Masih dari Ummu Salamah: Ayat ini-Sesungguhnya Allah…-turun di rumahku. Aku berkata:Ya Rasululah, bukannkah aku termasuk Ahlulbait?Beliau bersabda:Kamu dalam kebaikan. Kamu termasuk istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.. Ia berkata Ahlul bait adalah Ali, Fathimah, Al Hasan dan Al Husain. Kata Ibn Asakir:Hadits ini Shahih (Al Arbain fi Manaqib Ummil Mu’minin 106). Hadits-hadits ini dengan jelas menunjukkan bahwa ahlulbait itu tidak termasuk ke dalamnya istri-istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Ketua Departemen Dakwah DPP Wahdah ini sambil memegang laptop yang dilengkapi dengan program Maktabah Syamilah (kumpulan ribuan kitab), menegaskan bahwa adanya pembatasan tersebut di atas tidak sesuai dengan  apa yang ada dalam syarah Shahih Muslim yang bekenaan dengan hal tersebut.  Ketika kita kembali kepada surahAl Ahzab:33, ayat ini justru turun kepada Istri-istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Hadits yang menyebutkan pembatasan di atas sebenarnya tidak bertentangan dengan apa yang disampaikan oleh Zaid Ibnu Arqam Radhiyallalu ‘Anhu yang disebut juga dalam penjelasan JR sebelumnya.
“Said Ibnu Arqam Radhiyallalu ‘Anhuditanya tentang siapa itu  Ahlul Bait, apakah hanya khusus Ali, Fathimah, Al Hasan dan Al Husain? kata beliau Radhiyallalu ‘Anhu, bahwa istri-istri Nabi adalah ahlul bait beliau, kemudian siapa yang diharamkan memakan sedekah, beliau mengatakan alu ja’far, alu atiq, alu Abbas (HR.Muslim). Menurut Ustadz Rahmat bahwa semua itu dari keturunan bani Abdul Muttalib, dan tentu termasuk Istri-istri Nabi, sebab ayat tersebut memang turun untuk mereka.
Dari hadits ini menunjukkan dengan sangat jelas bahwa JR hanya mengambil hadits yang mendukung pemahaman  Syiah, tanpa melihat hadits shahih yang lainnya, sehingga mengambil kesimpulan pembatasan ahlul bait yang keliru.
Masalah Kepemimpinan Setelah Rasulullah jatuh ke tangan Ali Radhiyallalu ‘Anhu
Contoh kedua, tentang Ayat Wilayah (kepemimpinan) yang tercantum dalam makalah. Disebutkan  pemimpin dalam alquran  disebut ‘waliy”. Al Quran sudah memberikan petunjuk siapa yang sepatutnya dijadikan pemimpin setelah Allah dan RasulNya: Sesungguhnya pemimpin kamu itu hanyalah Allah, RasulNya, dan orang-orang beriman yang mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat dalam keadaan rukuk (Al Maidah:55). Berkata Ibn Abbas, Al Suddi, Utbah bin hakim dan tsabit bin Abdullah:yang  dimaksud dengan orang-orang beriman yang mendirikan salat dan mengeluarkan zakat dalam keadaan rukuk adalah Ali bin Abi Thalib. Seorang pengemis lewat (meminta tolong) dan Ali sedang rukuk di Masjid. Lalu Ali menyerahkan cincinnya (tafsir al Tsa’labi 4:80).
Di antara rujukan yang dipakai JR dalam menetapkan sebab turunnya ayat ini adalah Tafsir Ibnu Katsir, namun setelah diperiksa ternyata Ibnu Katsir sendiri melemahkan riwayat yang menyatakan ayat ke 55 ini turun karena Ali ibn Abi Thalib dan menegaskan bahwa sebab turunnya ayat-ayat al-Maidah ini adalah untuk Ubadah ibn as-Shamit  Radhiyallalu ‘Anhu.
Sebelumnya, Ibnu Katsir menjelaskan makna (wa hum raki’un), bahwa kalimat ini bukan menunjukkan keadaan bagi orang yang berzakat sebab jika demikian berarti berzakat dalam keadaan ruku’ lebih afdhal dari berzakat tidak dalam keadaan ruku’ dan tidak ada seorang ulama pun yang mengatakan akan hal itu. Namun sayang JR tidak menyebutkan komentar Ibnu Katsir untuk sebab turunnya ayat ini, metode penetapan yang dipakai menyiratkan bahwa Ibnu Katsir sepakat dengan mazhab ini padahal itu jauh panggang dari api. (Tafsir Ibnu Katsir, Qs. Al-Maidah:55)
Tidak Mengakui Kedudukan Hadits perintah untuk kembali kepada “Al Qur’an dan Sunnahku”.
Terakhir, komentar Ustadz Rahmat, tentang hadits kembali  pada Al Quran dan Assunnah yang didhaifkan. Sayang JR tidak kembali ke perkataan al-Albani sebagaimana kuatnya, ia merujukkan hadits al-Qur’an dan al-Ithrah ke beliau, padahal al-Albani menshahihkan keduanya. (Hadits al-Kitab dan Sunnahku dishahihkan dalam Shahih at-Targib wat Tarhib, Hadits No. 40)
Hadits Itrati kalau dilanjutkan dalam As-Shahihah al-Albani sangat jelas mengatakan orang-orang Syiah menggunakan  hadits ini untuk membenarkan mazhab Rafidhah dan hal itu sama sekali tidak benar, tidak seperti itu, beliau bantah dalam kitab tersebut, bahkan dalam mukaddimah kitab tersebut.
Kitab lain yang dipakai oleh JR dalam membenarkan mazhabnya adalah Kitab as-Shawaiq al-Muhriqah karangan Ibnu Hajaral-Haitami, justru kitab itu untuk membantah Syiah, judulnya adalah: as-Shawaiq al-Muhriqah fi ar-Raddi ala Ahli ar-Rafdhi wa ad-Dhalali wa az-Zandaqah , ini bantahan Syiah yang “menuhankan” Ahlul Bait, namun sayang JR tidak jujur dalam mengambil pendapat-pendapat penulis.
“Seandainya ada waktu mengecek semua riwayat ini (dalam makalah JR), saya yakin bahwa riwayat-riwayat dalam buku tersebut, tidak seperti yang diinginkan Kang Jalal dalam Istidlalnya”, tegas Ustadz menutup komentarnya.
Pada kesempatan kedua, Ustadz Muh.Said Abd.Shamad, Lc mengutarakan komentarnnya. Ketua Dewan Syariah WI ini diawal pembicaraannya mengusulkan agar pembicaraan ini tuntas, “ Biar sampai jam 1 malam saya siap, karena kita mencari kebenaran”, katanya.
Ustadz juga sangat menyesalkan kepada panitia karena makalahnya tidak dibagikan sebelum hari H, sehingga tidak punya banyak waktu untuk mengkritisi.
Mencela dan Melaknat Sahabat Amr bin Ash
Pada sisi yang lain, Ustadz mengingatkan tulisan Supha Atana pada konferensi Syiah di Makassar beberapa waktu lalu, yang berjudul “Mahzab Cinta dan Akhlak” yang banyak memuji  JR sebagai Ulama dan Cendikiawan yang paling intens membicarakan dan menganjurkan Mahzab Cinta dan Akhlak. Supha Atana yang sekarang Pimpinan Iran Corner Unhas mengatakan juga bahwa andaikata tidak karena cinta dan akhlak maka setiap hari kita akan mengkafirkan orang lain.
Dan dalam forum malam ini JR mengemukakan hadits yang menurutnya sudah banyak dilupakan oleh kaum muslimin, yaitu bahwa darah kamu, harta kamu dan kehormatan kamu diharamkan dan tidak boleh dirusak . Ungkapan di atas sangat bertolak belakang sekali dengan tulisan JR dalam bukunya terbitan 2008 yang lalu yang sangat mempermalukan dan mengkafirkan Sahabat Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Dalam buku tersebut JR menyebut Sahabat  Amr bin Ash Radhiyallahu Anhu sebagai anak haram yang tidak diketahui bapaknya secara pasti dan dia sangat banyak dilaknat oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Siapa yang dilaknat oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berarti dilaknat oleh Allah.
Ternyata kitab rujukan JR adalah kitab golongan Syiah yang memang sangat membenci  Sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan sangat banyak memalsukan keterangan-keterangan dengan dalil-dalil yang lemah yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, sehingga Imam Syafii mengatakan bahwa golongan yang paling berani dan paling banyak membuat kepalsuan dan dusta ialah golongan Syiah.
Padahal Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallammemuji Amr bin Ash dengan sabdanya: Manusia sekedar masuk Islam, tapi Amr Bin Ash masuk Islam dengan iman (Hadits Shahih riwayat Ahmad dan Tirmidzi). Juga Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: Kedua anak al Ash (termasuk Amr bin Ash) adalah orang berimannya Qurais. Beliau masuk Islam dalam perjanjian Hudaibiyah kemudian ditugaskan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memimpin tentara Islam dalam perang Dzat al salasil dan selanjutnya ditugaskan sebagai penguasa di Oman. Beliau terkenal sebagai Panglima Islam yang banyak merebut daerah-daerah baru termasuk Palestina dan sekitarnya serta negeri Mesir, maka beliau ditunjuk sebagai Gubernur di Mesir oleh Muawiyah RA pada tahun 38 H. Beliau meriwayatkan 39 hadits dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (lihat Nushatul Muttaqin Syarah Riyadul Shalihin Hal.1324). Oleh karena itu Ustadz Said meminta JR mempertanggung jawabkan tulisannya dengan dalil yang Shahih.

Mengkafirkan Sahabat Muawwiyah Radhiyallahu ‘Anhu

Selanjutnya, JR menulis tentang Sahabat Muawwiyah Radhiyallahu ‘Anhubahwa dia itu bukan saja fasik bahkan Kafir menurut  riwayat versi Syiah. Ustadz Said  sangat tersinggung akan hal tersebut.
Kata Ustadz, Muawiyah, iparnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan penulis wahyunya. Mungkinkah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memilih orang yang berjiwa kafir sebagai Penulis Wahyu? Juga Muawiyah Radhiyallahu ‘Anhu ditunjuk oleh Khalifah Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhudan sesudahnya Khalifah Utsman juga menunjuk sebagai Gubernur di Syam. Bahkan beliau menjabat sebagai Khalifah sesudah Hasan bin Ali Radhiyallahu ‘Anhusekitar 20 tahun. Beliau meriwayatkan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebanyak 130 (lihat Nushatul Muttaqin Syarah Riyadul Shalihin Hal.1330).
Dan ternyata Muawwiyah Radhiyallahu ‘Anhutelah didoakan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam: Ya Allah jadikanlah iya orang yang memberi petunjuk, orang mendapat petunjuk dan berilah petunjuk manusia dengannya (Hadits Shahih riwayat at Tirmidzi). Begitu banyak kelebihan Muawiyah yang tidak dapat disebut satu per satu dapat kita lihat diantaranya dalam kitab al ‘awashim min al qawasim hal.202-210 karangan al Qadhi Abi Bakr al Arabi
Bukan itu saja bahkan JR menulis dari sumber yang sama bahwa Muawiyah itu tidak senang mendengar nama Nabi  Shallallahu ‘Alaihi Wasallam selalu disebut dalam Adzan dan menganggapnya sebagai tanda bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sangat ambisius karena tidak senang kecuali namanya digandengkan dengan nama Allah Rabbul Alamin.
Beginikah Mahzab  cinta dan akhlak?dan beginikah menjaga kehormatan kaum muslimin?
“Kami, Pak Jalal, sangat sakit hati kalau keluarga kami dicela, apalagi dikatakan anak haram, dan dikafirkan. Tapi kami lebih sakit hati lagi kalau Sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dikatakan anak haram, tidak ditau orangtuanya, dikatakan kafir”, Ungkap Ustadz dengan nada sedikit tinggi.
Lanjut Ustadz, Kalau tulisan JR yang berdasarkan keterangan yang lemah tersebut diterima, berarti kita mendustakan al Quran dan Hadits yang Shahih yang sangat banyak memuji para Sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dan juga dapat berdampak kita meragukan al Qur’an yang telah dikumpulkan oleh para Sahabat dan juga menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak mampu mendidik para Sahabatnya dengan baik. Naudzu Billahi min Dzalik dan sangat mengherankan JR sampai hati menulis tentang Sahabat dengan secara keji.
Ustadz sempat membacakan surah  al Fath   ayat 29: “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir”, Imam Malik mengatakan, orang-orang Syiah yang benci terhadap Sahabat adalah orang kafir berdasarkan ayat ini.
Fathimah Melaknat Abubakar Radhiyallahu ‘Anhu (Pada akhirnya dikatakan Rasulullah dan Allah Melaknat Abubakar)
Dalam buku kecil yang memuat ceramah Asyura, JR mengatakan bahwa Fatimah Radhiyallahu ‘Anha telah mengutuk Abubakar Radhiyallahu ‘Anhu karena tidak memberikan kepadanya harta peninggalan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Hal tersebut dibenarkan oleh JR berdasarkan hadits bahwa Fathimah itu adalah bahagian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Apa yang menjadikan Fathimah murka berarti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga akan murka dan melaknatnya dan apa yang dilaknat oleh Rasul berari dilaknat oleh Allah. Lalu JR membaca ayat surat al ahzab ayat 58.
Ustadz Said mengatakan bahwa sebenarnya Abubakar Radhiyallahu ‘Anhu tidak memberikan harta peninggalan tersebut karena berdasarkan hadits yang shahih bahwa para Nabi itu tidak diwarisi, harta yang dia tinggalkan adalah menjadi sedekah (Hadits Bukhari Muslim).
Dan dalam hadits yang lain disebutkan bahwa Fathimah telah memaafkan Abubakar Radhiyallahu ‘Anhu diahir hayatnya, setelah Abubakar datang menjenguknya dan meminta ridhanya (Hadits Riwayat Baihaqi dengan sanad yang kuat, lihat albidayah wa al Nihayah Juz V Hal.253)
Di akhir sesi dialog, Ustadz Said  dengan lantang menantang JR untuk berdiskusi pada waktu yang lain dan menegaskan bahwa Sunni-Syiah tidak akan mungkin dapat dipertemukan. Alasannya karena Sunni sangat menghormati Sahabat Abubakar, Umar, dan Ustman dan Ali Radhiyallahu ‘Anhu Ajmain, sedangkang  Syiah hanya mengakui Syaidina Ali Radhiyallahu ‘Anhu dan sangat mencerca tiga sahabat sebelumnya serta menganggap bahwa melaknat seluruh Sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam selain ahli bait dan pengikutnya, sebagai ibadah.
Lain halnya dengan Ustadz Ikhwan yang menjadi penanggap berikutnya, Ustadz memulai dengan sedikit nostalgia pada masa SMU, terkesan dengan buku karangan JR yang berjudul Islam Alternatif, “lama-kelamaan saya menyadari barangkali yang dimaksud JR Islam alternatife itu adalah Syiah”, ungkap Ustadz dengan nada bertanya.
Komentar Wakil Ketua Umum DPP WI ini selanjutnya, tentang ketertarikannya dengan ungkapan JR mengenai orang Syiah yang ahlul wara wal wafa, orang yang obyektif dan adil dalam memberi  penilaian. Ustadz sedikit terusik, dikatakan JR dalam bukunya  bahwa Imam Adzahabi menulis Mizanul I’tiqadi untuk memberi komentar kepada perawi dhaif.
Lanjut Ustadz, justru dalam mukaddimah Mizanul I’tiqadi diungkapkan bahwa, Imam Adzahabi mengatakan “saya tidak mengatakan semua yang saya sebutkan dalam buku saya, adalah perawi-perawi dhaif, tetapi orang-orang yang dianggap dhaif”. Maka dapat dikatakan itu adalah mizan (timbangan), apakah benar itu dhaif atau tidak.
“Makanya saya semakin terusik  lagi ketika sempat membaca kitab al Mustafa pada bagian masa muda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, Pak Jalal di situ mengomentari seseorang yang sangat terkenal, Sufyan Ats Sauri disebut :yudallis (mengelabui)  wayaktubu anil kadzabin (pembohong). Saya merasa terheran-heran karena sebelumnya saya pernah membaca tahzibut tahdzib Ibnu hajar, sebagian ulama mengatakan bahwa beliau  adalah amirul mukminin fil hadits. Di buku Mizanul I’tidal Di buku Mizanul I’tidal, ternyata  Sufyan Ats Tsauri adalah al Hujjah Ats Sabtu (Sumber yang dipercaya), ada kata yang tidak dimasukkan kang jalal, saya tidak tahu apakah itu kutipan langsung atau kutipan antara dari kitab sirah an nabi al a’dham.
Dikatakan bahwa: Laa ‘ibrata liman qala innahu yudallis (mengelabui)  wayaktubu anil kadzabin, yang artinya : tidak ada atau tidak dianggap (ini kata yang tidak dimasukkan), orang yang mengatakan bahwa ats Tsauri melakukan tadlis dan menulis dari orang-orang dusta. Sekali lagi saya tidak tahu dan saya tidak ingin menghakimi di sini apakah Pak Jalal menyengajakan diri mengutip atau tidak membaca”, terang Pengurus MUI Kota Makassar ini.
“Saya berharap bahwa kita dapat berjumpa di dalam media yang lebih tepat, dalam dialog yang lebih sehat dan dalam ruang yang lebih obyektif”, tutup Ustadz dalam komentarnya.`
Senada dengan Asatidzah Wahdah, Dr.Hj.Amrah Kasim, MA, Dosen UIN Alauddin Makassar di awal komentarnya menyatakan penolakannya terhadap ajaran Syiah. Lulusan Al Ahzar Kairo ini pernah menanyakan ke Ulama-ulama Al Ahzar, kenapa referensi Syiah tidak diajarkan di kampus yang dikenal menara ilmu ini. Lalu Ulama-ulama Al Ahzar menjawab: “Ya Binti, nahnu nuhibbu Rasulallah wa Ahlal Bait, wa lakin laa natasyayya’ ”, disambut teriakan Alllahu Akbar dari beberapa peserta, artinya: kami mencintai Rasulullah dan Ahlul Bait dan kami tidak bersyiah. “Sikap saya seperti itu juga, saya mencintai Rasulallah,  Ahlul Bait tapi saya tidak bersyiah”, tegas yang mengaku Azhary ini di dalam forum itu.
Kesalahan Fatal Menerjemahkan Penggalan Surah Al Maidah:55 dan Surah Al Ahzab:33
Yang kedua, yang dikomentari Direktur Pesantren Putri IMMIM Makassar ini setelah menyimak buah-buah pikiran  JR. Kesalahan fatal JR dalam  penerjemahan surah al Maidah:55 dalam penggalan ayat, …innama waliyyukum….   “ , suatu kekeliruan menerjemahkan innama menjadi sesungguhnya. “innamaitu,  tidak bisa diterjemahkan sesungguhnya di situ, itulah salah satu perilaku orang Syiah dalam membelokkan  makna ayat untuk kepentingannya”, jelas Istri Doktor Tafsir Al Ahzar, DR.Mustamin Arsyad MA ini.
Berikutnya, yang fatal sekali, tidak dimasukkannya Istri Nabi dalam Ahlul Bait. “Keluarnya zaujati Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dari Ahlul Bait, saya pikir ini adalah suatu kekeliruan besar (disambut ucapan Allahu Akbar dari Ustadz Said). Saya banyak mengkaji buku-buku Syiah, memang metodenya sama, banyak membelok-belokkan makna ayat “, tegasnya lagi.
Sementara itu, JR dalam jawabannya mengakui kesalahannya, termasuk tanggapannya terhadap  Dr. Hj. Amrah, tentang kesalahannya dalam menerjemahkan Al Qur’an surat Al Maidah: 55, JR minta maaf.
Sebagai kesimpulan dari dialog tersebut, JR yang terpojok dialog ini akhirnya berkilah kalau dirinya bukan syiah, “Saya cinta ahlul bait, dan Saya tidak jadi Syiah, (lalu dilanjut) tapi Syiah menurut definisi saya, dan itu definisi yang diajarkan oleh para iman ahlul bait kami,” kilah JR. Meskipun dari ucapan itu dapat dipahami hanyalah kedok semata, sebab selama ini JR selalu mengagung-agungkan mazhab Syiah, termasuk banyak mengangkat referensi syiah, bahkan JR dianggap sebagai pelopor Syiah di Indonesia.
Sebagai penguat, kami  kutip dua sms dari salah seorang tokoh dan pengamat Islam yang hadir malam itu ke asatidzah Wahdah:
“Tadi malam, ijabi laksana mulai menggali lubang kuburnya sendiri. Meskipun tampaknya mereka tdk menyadari dan boleh jadi justru sebaliknya.”
“ Alhamdulillah. Saya teringat, sebgmna ketika buku islam alternatif ditimbang o/org dewan dakwah, ketidakjujuran (kelicikan?) Kg jalal semalam, kembali terulang-pamer referensi. Tapi mengutip sec tidak fair. Smoga kg jalal mau menyadarinya. Wallahu a’lam”
Kepada para pengagum dan pengikut JR agar tidak menelan mentah-mentah pemikiran JR, yang  banyak mengambil dalil dan pendapat Ulama Ahlussunah secara sepotong-potong yang “menguntungkan” mazhabnya sendiri, namun perkataan yang membantah mazhab tersebut dari ulama yang sama tidak akan dikutip bahkan meskipun datang dalam konteks dan rujukan yang sama. Semoga Allah menunjuki kita semua jalan yang lurus dan mengembalikan ke jalan lurus itu orang-orang yang tersesat dan menyimpang. (Nisyi/syiahindonesia.com/gensyiah.com)

Fatwa Hadratush Syeikh Hasyim Asy’ari tentang Syi’ah




ومنهم رافضيون يسبون سيدنا أبا بكر وعمر رضي الله عنهما ويكرهون الصحابة رضي الله عنهم، ويبالغون هوى سيدنا علي وأهل بيته رضوان الله عليهم أجميعن، قال السيد محمد في شرح القاموس: وبعضهم يرتقي إلى الكفر والزندقة أعاذنا الله والمسلمين منها. قال القاضي عياض في الشفا: عن عبد الله بن مغفل قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم (الله الله في أصحابي لا تتخذوهم غرضا بعدى فمن أحبهم فبحبي أحبهم ومن أبغضهم فببغضي أبغضهم ومن آذاهم فقد آذانى ومن آذانى فقد آذى الله ومن آذى الله يوشك أن يأخذه) وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم (لا تسبوا أصحابي فمن سبهم فعليه لعنة الله والملائكة والناس أجمعين لا يقبل الله منه صرفا ولا عدلا) وقال صلى الله عليه وسلم (لا تسبوا أصحابي فإنه يجئ قوم في آخر الزمان يسبون أصحابي فلا تصلوا عليهم ولا تصلوا معهم ولا تناكحوهم ولا تجالسوهم وإن مرضوا فلا تعودوهم) وعنه صلى الله عليه وسلم (من سب أصحابي فاضربوه) وقد أعلم النبي صلى الله عليه وسلم أن سبهم وآذاهم يؤذيه وأذى النبي صلى الله عليه وسلم حرام فقال (لا تؤذوني في أصحابي ومن آذاهم فقد آذانى) وقال (لا تؤذوني في عائشة) وقال في فاطمة (بضعة منى يؤذيني ما آذاها). اهـ (الشيخ محمد هاشم أشعري، رسالة أهل السنة والجماعة، ص 9-10).


Di antara mereka juga ada golongan Rafidhah yang suka mencaci Sayidina Abu  Bakar dan Umar radhiyallahu anhuma., membenci para sahabat nabi dan berlebihan dalam mencintai Sayidina Ali dan anggota keluarganya, semoga Allah meridhai mereka semua. Berkata Sayyid Muhammad dalam Syarah Qamus, sebagian mereka bahkan sampai pada tingkatan kafir dan zindiq, semoga Allah melindungi kita dan umat Islam dari aliran ini.
Berkata Al Qadhi Iyadh dalam kitab Asy Syifa bi Ta’rif Huquq Al Musthafa, dari Abdillah ibn Mughafal, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah mengenai sahabat-sahabatku. Janganlah kamu menjadikan mereka sebagai sasaran caci maki sesudah aku tiada. Barangsiapa mencintai mereka, maka semata-mata karena mencintaiku. Dan barangsiapa membenci mereka, maka berarti semata-mata karena membenciku. Dan barangsiapa menyakiti mereka berarti dia telah menyakiti aku, dan barangsiapa menyakiti aku berarti dia telah menyakiti Allah. Dan  barangsiapa telah menyakiti Allah dikhawatirkan Allah akan menghukumnya. (Hadits riwayat Tirmidzi dalam Sunan At Tirmidzi Juz V hal. 696 hadits no.3762).
Rasulullah sallallahu alayhi wasallam bersabda:
“Janganlah kamu mencela para sahabatku, Maka siapa yang mencela mereka, atasnya laknat dari Allah, para malaikat dan seluruh manusia. Allah Ta’ala tidak akan menerima amal darinya pada hari kiamat, baik yang wajib maupun yang sunnah.” (HR. Abu Nu’aim, Al-Thabrani dan Al-Hakim)
Rasulullah sallallahu alayhi wasallam bersabda: “Janganlah kamu mencaci para sahabatku, sebab di akhir zaman nanti akan datang suatu kaum yang mencela para sahabatku, maka jangan kamu menyolati atas mereka dan shalat bersama mereka, jangan kamu menikahkan mereka dan jangan duduk-duduk bersama mereka, jika sakit jangan kamu jenguk mereka.” Nabi sallallahu alayhi wasallam telah mengabarkan bahwa mencela dan menyakiti mereka adalah juga menyakiti Nabi, sedangkan menyakiti Nabi haram hukumnya.
Rasul sallallahu alayhi wasallam bersabda: “Jangan kamu sakiti aku dalam perkara sahabatku, dan siapa yang menyakiti mereka berarti menyakiti aku.” Beliau bersabda, “Jangan kamu menyakiti aku dengan cara menyakiti Fatimah. Sebab Fatimah adalah darah dagingku, apa saja yang menyakitinya berarti telah menyakiti aku.” (Risalat Ahli Sunnah wal Jama’ah, h.9-10)